Tuesday 17 January 2012

Partisipasi dan Aktualisasi Anak Muda Indonesia

Jika hendak menuai padi saat musim panen, tanamlah bibitnya ketika musim hujan datang.

Kalimat tersebut barangkali terdengar sederhana, namun tidak ada yang bisa memungkiri bahwa untuk memperoleh keuntungan di masa depan, kita harus menyiapkannya di masa sekarang. Begitu pula dengan negara, ketika hadir sebuah mimpi untuk menjadi bangsa yang maju di masa depan, maka berinvestasi pada anak muda di masa sekarang adalah salah satu kunci untuk mewujudkannya. Di berbagai kesempatan, anak muda selalu disebut sebagai agen perubahan, tetapi seringkali anak muda hanya dijadikan sebagai kelompok target dari jargon para populis yang menggunakan kesempatannya untuk menduduki kekuasaan masa kini, bukan dengan mengajak mereka secara aktif untuk turut berpartisipasi dalam membangun negara dan menciptakan kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Mengapa Indonesia Harus Berinvestasi pada Anak Muda?
Indonesia adalah negara dengan populasi penduduk terbesar keempat di dunia dan dengan total penduduk sekitar 238 juta jiwa. Komposisi total penduduknya yang terdiri dari 28.9% usia muda (0-14 tahun), 66.1% usia kerja (15-64 tahun), dan 5% usia lanjut (65 tahun ke atas) menciptakan bonus demografi dan mendorong munculnya window of opportunity yang apabila dimanfaatkan dengan baik, akan memberikan keuntungan bagi Indonesia. Dari sekitar 157 juta penduduk usia kerja atau produktif (15-64 tahun), 26% terdiri dari anak muda usia 15-24 tahun. Penduduk rentang usia inilah yang dalam waktu lima hingga lima belas tahun ke depan akan memegang peranan penting bagi negara baik sebagai pekerja di tiap sektor dengan tingkat produktivitas yang tinggi, pemangku kebijakan, hingga aktivis sosial yang berperan sebagai watchdog atas pelaksanaan tata kelola negara sekaligus menyuarakan aspirasi kaum marjinal dan mengingatkan para pembuat kebijakan bahwa akan selalu ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan dari setiap kebijakan yang dibuat, sehingga pengelolaan kebijakan yang baik diperlukan terutama pada aspek akomodasi kerugian.
Gambar 1. Piramida Penduduk Indonesia[1]

Selain itu, di rentang usia 15-24 tahun inilah sebagian besar anak muda tersebut sedang bersemangat mengembangkan pemikiran kritis mereka terhadap lingkungan sekitar berdasarkan nilai rasionalitas dan logika berfikir. Globalisasi, informasi, dan perkembangan teknologi berperan penting dalam hal ini. Berbagai studi menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna jaringan sosial melalui internet dan media berada di rentang usia tersebut. Generasi anak muda saat ini dikategorikan sebagai digital native—generasi yang mendiami dunia digital sehari-harinya. Sedangkan generasi sebelum mereka lebih dikenal sebagai digital immigrant. Dampak dari perkembangan teknologi saat ini membuat kita sering melihat di berbagai media massa bahwa pergerakan revolusi negara saat ini selalu dipelopori oleh anak muda dan sebagian besar ditempuh melalui medium berupa jejaring sosial. Untuk itu, peranan anak muda dalam peradaban dunia akan semakin meningkat seiring dengan perubahan cara berinteraksi dan berkomunikasi dunia. Dengan kata lain, investasi pada anak muda Indonesia untuk menjadi generasi penerus bangsa yang berprinsip dan berintegritas tinggi saat ini merupakan hal yang patut untuk difokuskan, ketimbang mengurusi para politisi dan koruptor yang senang meracau demi kepentingan golongan/diri sendiri serta merusak identitas bangsa.
Volunteering dan Pertemuan Kepemudaan Internasional: Partisipasi dan Aktualisasi
Beberapa jalan yang dapat ditempuh oleh pemuda Indonesia saat ini demi membangun masa depan yang lebih baik adalah berpartisipasi melalui kegiatan relawan (volunteering) dan kegiatan pertemuan kepemudaan internasional. Selain karena kedua kegiatan ini sedang merebak performanya di kalangan anak muda saat ini, namun juga karena keduanya merupakan cara dari para pemuda untuk berpartisipasi dan terjun langsung dalam mengisi gap yang kian berkembang di tengah problema kehidupan. Dengan adanya kesempatan untuk beraktualisasi, tidak hanya meningkatkan kemampuan mereka untuk berdialog dan berinteraksi namun juga turut serta membawa nama negara dan menyuarakan peran pemuda dari masing-masing negara dalam menciptakan kehidupan masa depan yang lebih baik.
Berpartisipasi dalam kegiatan relawan sendiri sudah berkembang sejak beberapa dekade lalu, namun kian intens seiring dengan meningkatnya social awareness terhadap permasalahan sosial dan ekonomi yang kian berkembang di muka bumi ini. Misalnya dengan menjadi relawan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat ataupun tragedi bencana yang melanda suatu daerah. Belum lama ini, beberapa anak muda Jepang menceritakan pengalaman mereka kepada pemuda di seluruh dunia melalui live chat di sebuah situs global mengenai kerja keras mereka untuk bangun dari mimpi buruk dengan mengatasi dampak dari bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang pada bulan Maret 2011. Hal ini mengingatkan kita pada bencana letusan Gunung Merapi di Jogjakarta akhir tahun 2010 yang lalu. Ketika sejumlah anak muda Indonesia turut ambil bagian menjadi relawan dan membantu para korban yang membutuhkan pertolongan.
Selain itu, kegiatan volunteering yang dapat dilakukan misalnya dengan memberikan pelatihan bagi para perempuan di perdesaan untuk mengembangkan usaha demi menopang kehidupan dan meningkatkan kemampuan kreativitas mereka, atau dengan menjadi guru bagi anak-anak yang kurang mampu. Hal ini merupakan perwujudan nilai sosial yang tidak hanya bermanfaat bagi para target program pemberdayaan tersebut, namun juga bermanfaat bagi para relawan yang semakin disadarkan bahwa perlu adanya kesinambungan antara peran pemerintah dan masyarakat dalam mengisi gap kehidupan sosial dan ekonomi saat ini. Terlebih lagi, menjadi relawan juga dapat membuat anak muda sadar bahwa dengan melakukan kegiatan tanpa dibayar atau tiada pamrih merupakan sesuatu yang bahkan membuat mereka merasa berharga dan bernilai bagi orang lain yang membutuhkan seiring dengan nilai sosial yang diharapkan menurun ke generasi-generasi selanjutnya.
Satu cara lain bagi para pemuda untuk berperan serta dalam menciptakan kehidupan masa depan yang lebih baik adalah dengan mengikuti kegiatan pertemuan yang bersifat kepemudaan baik dalam skala lokal maupun internasional. Sebuah survei dilakukan untuk mengidentifikasi fenomena yang sedang terjadi di kalangan anak muda beberapa tahun terakhir ini, yaitu fenomena keikutsertaan anak muda dalam berbagai ajang internasional yang bersifat kepemudaan. Survei diikuti oleh 35 anak muda dari berbagai penjuru dunia yang pernah berpartisipasi dalam kegiatan pertemuan internasional bersifat kepemudaan. Sebanyak 19 orang berasal dari Indonesia, 3 orang dari Turki, dan sisanya merupakan para pemuda dari sejumlah kewarganegaraan; Meksiko, Filipina, Italia, Ghana, Kanada, Brazil dan Italia (ganda), Cina, Yunani, Vietnam, Romania, Swedia dan Inggris (ganda), Afrika Selatan, serta Ukraina. Dalam survei tersebut, diajukan beragam pertanyaan mengenai kegiatan pertemuan internasional yang pernah mereka ikuti.
Gambar 2. Tujuan Utama Anak Muda Menghadiri Kegiatan Pertemuan Kepemudaan Internasional[2]
Hasil survei menunjukkan bahwa sebesar 85.7% anak muda mengatakan tujuan utama mereka menghadiri ajang tersebut adalah untuk mendiskusikan ide, pemikiran, dan saran yang ada dalam pikiran mereka guna mengatasi permasalahan kehidupan yang ada di dunia saat ini sekaligus menciptakan perubahan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sadar akan pentingnya berpartisipasi dan berekspresi melalui penciptaan gagasan dan diskusi antar anak muda dari seluruh dunia untuk saling bekerja sama dan bahu-membahu dalam menciptakan kehidupan dunia yang damai, baik melalui program yang dimanifestasikan secara global maupun lokal. Di samping itu, mereka juga dapat saling bertukar pikiran dan belajar bertoleransi antar sesama umat manusia yang berasal dari budaya dan latar belakang yang berbeda.
Dari beberapa isu yang kerap menjadi tema utama dari kegiatan pertemuan kepemudaan tersebut, sebagian besar dari mereka memilih human rights/peace and international affairs (HAM, perdamaian, dan hubungan internasional), sustainable development (pemanasan global, perubahan iklim, dan lingkungan), serta gender, women and children empowerment (gender, pemberdayaan perempuan dan anak) sebagai tiga isu besar yang berprioritas tinggi untuk dibahas.
Gambar 3. Keyakinan mengenai Kontribusi bagi Negara dalam Kegiatan Pertemuan Internasional[3]

Melalui pertanyaan dalam survei tersebut pula didapatkan hasil bahwa sebesar 94.3% dari para pemuda yakin bahwa kehadiran mereka dalam ajang tersebut dapat membawa dampak positif bagi pembangunan di negara mereka baik untuk masa sekarang ataupun masa depan. Perwujudan dampak positif ini tidak dispesifikasikan dalam suatu bentuk tertentu, namun setidaknya ini berarti bahwa mereka menyadari apa yang dilakukan dalam kegiatan tersebut bukan sekadar formalitas atau vested interest mereka untuk melakukan perjalanan pribadi. Dengan pengalaman yang mereka dapatkan, lesson learned dan transfer of knowledge yang juga saling ditukarkan pada para pemuda dari negara lain, membuat mereka yakin bahwa dengan toleransi dan kerjasama, anak muda dapat berperan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik tanpa melalui kekerasan dan mental korupsi. Anak muda tersebut juga akan terbiasa untuk bangga menjadi Indonesia sehingga Indonesia dapat didengar serta dipertimbangkan suaranya di mata dunia, terutama dalam peranannya menciptakan masa depan bangsa yang lebih baik di tangan para anak mudanya.
Indonesia, ini Saatnya untuk Menjaga Lilin agar Tetap Menyala
“I urge young people everywhere to look beyond the borders of your own country. Engage with the world, and be a global citizen. Exchange visits and communication across cultures are all building blocks of world peace and mutual understanding.”
Sepenggal kalimat tersebut disampaikan oleh Ban Ki Moon—Sekretaris Jenderal PBB kepada seluruh anak muda di dunia dalam peringatan International Day of Youth, 12 Agustus 2010 di New York. Mengajak anak muda untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan merupakan investasi yang memiliki return tinggi di masa depan. Terutama bagi negara demokrasi muda seperti Indonesia. Dalam sebuah artikel di The Jakarta Globe, Beni Sastranegara—seorang analis politik mengatakan bahwa meskipun Indonesia masih memiliki waktu yang panjang, namun jika pemerintah mengelola kebijakannya dengan baik, Indonesia akan menjadi bangsa yang semakin maju di masa depan.[4] Ia juga menuturkan bahwa saat ini permasalahan Indonesia ada pada aspek kontinuitas dan political will. Yakni kerjasama dan koordinasi antara pemerintahan lama dengan pemerintahan baru serta kemauan dan niat yang sungguh untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik ikut menentukan pembangunan yang tidak hanya berupa pembangunan Indonesia, tetapi juga pembangunan di Indonesia.Kesinambungan antara generasi masa sekarang dan masa depan, antara generasi masa depan dan masa depan berikutnya merupakan hal yang harus dipupuk di diri anak muda Indonesia saat ini. Kemauan dari diri anak muda di tiap sektor dalam aspek kehidupan untuk berperan serta menyukseskan proses pembangunan Indonesia merupakan dasar untuk menjaga lilin yang saat ini telah menyala dan membuatnya semakin berguna sebagai alat penerang bagi pembangunan masa depan Indonesia yang berkelanjutan.
Oleh: Mayang Arum Anjar Rizky
Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi,
Universitas Indonesia.
Daftar Pustaka
BPS. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Sosial Ekonomi Indonesia: Agustus 2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia.
Nandagiri, Rishita. 2011. Engaging Youth: Nothing about Us, Without Us. Why Development Organization,http://www.whydev.org/engaging-youth-nothing-about-us-without-us/.
The Jakarta Globe. 2011. At the Age 66, What Lies Ahead for Indonesia?. Opini oleh Beni Sastranegara, 17 Agustus 2011. http://www.thejakartaglobe.com/commentary/at-age-66-what-lies-ahead-for-indonesia/459919.
United Nations. 2010. Secretary General’s Remarks on International Day of Youth.

No comments:

Image and video hosting by TinyPic